Pengertian Sengketa
senngketa
dalam arti adalah , berarti pertentangan atau konflik, sedangkan konflik
berhubungan dengan
adanya oposisi atau
pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi
terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau
kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu
objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah
prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu
akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara
keduanya
Tujuan memperkarakan suatu sengketa:
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah
(inexpensive)
Selain dari pada itu berperkara melalui pengadilan:
1. lama dan sangat formalistik (waste of time and formalistic),
2. biaya tinggi (very expensive),
3. secara umum tidak tanggap (generally unresponsive),
4. kurang memberi kesempatan yang wajar (unfair advantage) bagi yang rakyat
biasa.
Sistem Alternatif Yang Dikembangkan
a). Sistem Mediation
Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator).
Dengan demikian sistem mediasi,
mencari penyelesaian sengketa melalui mediator (penengah). Dari pengertian di
atas, mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai
terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional melalui litigation
(berperkara di pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang bersengketa, datang
bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak
ketiga yang netral.
Peran dan fungsi
mediator, membantu para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang
mereka sengketakan. Penyelesaian yang hendak diwujudkan dalam mediasi adalah
compromise atau kompromi di antara para pihak. Dalam mencari kompromi, mediator
memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak cenderung untuk mencari
kemenangan. Sebab kalau timbul gejala yang seperti itu, para pihak akan
terjebak pada yang dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu pihak ingin mencari
kemenangan, akan mendorong masing-masing pihak menempuh jalan sendiri (I have
may way and you have your way). Akibatnya akan terjadi jalan buntu
(there is no the way).
Manfaat yang paling signifikan dalam penyelesain sengketa, antara lain:
1. Penyelesaian cepat terwujud (quick).
Rata-rata kompromi di antara pihak sudah dapat terwujud dalam satu minggu
atau paling lama satu atau dua bulan. Proses pencapaian kompromi, terkadang
hanya memerlukan dua atau tiga kali pertemuan di antara pihak yang bersengketa.
2. Biaya Murah (inexpensive). Pada umumnya mediator tidak dibayar. Jika
dibayarpun, tidak mahal. Biaya administrasi juga kecil. Tidak perlu didampingi
pengacara, meskipun hal itu tidak tertutup kemungkinannya.
Itu sebabnya proses mediasi dikatakan tanpa biaya
atau nominal cost.
3. Bersifat Rahasia
(confidential). Segala sesuatu yang diutarakan para pihak dalam proses
pengajuan pendapat yang mereka sampaikan kepada mediator, semuanya bersifat
tertutup. Tidak terbuka untuk umum seperti halnya dalam proses
pemeriksaan pengadilan (there is no public docket). Juga tidak ada peliputan
oleh wartawan (no press coverage).
4. Bersifat Fair dengan Metode Kompromi. Hasil kompromi yang dicapai
merupakan penyelesaian yang mereka jalin sendiri, berdasar kepentingan
masing-masing tetapi kedua belah pihak sama-sama berpijak di atas landasan
prinsip saling memberi keuntungan kepada kedua belah pihak. Mereka tidak
terikat mengikuti preseden hukum yang ada. Tidak perlu mengikuti formalitas
hukum acara yang dipergunakan pengadilan. Metode penyelesaian bersifat
pendekatan mencapai kompromi. Tidak perlu saling menyodorkan pembuktian.
Penyelesaian dilakukan secara: (a) informal, (b) fleksibel, (c) memberi
kebebasan penuh kepada para pihak mengajukan proposal yang diinginkan.
5. Hubungan kedua belah pihak kooperatif. Dengan mediasi, hubungan para
pihak sejak awal sampai masa selanjutnya, dibina diatas dasar hubungan
kerjasama (cooperation) dalam menyelesaikan sengketa.
Sejak semula para pihak harus melemparkan
jauh-jauh sifat dan sikap permusuhan (antagonistic). Lain halnya berperkara di
pengadilan. Sejak semula para pihak berada pada dua sisi yang saling berhantam
dan bermusuhan. Apabila perkara telah selesai, dendam kesumat terus membara
dalam dada mereka.
6. Hasil yang dicapai WIN-WIN. Oleh karena penyelesaian yang diwujudkan
berupa kompromi yang disepakati para pihak, kedua belah pihak sama-sama menang.
Tidak ada yang kalah (lose) tidak ada yang menang (win), tetapi win-win for the
beneficial of all.
Lain halnya
penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Pasti ada yang kalah dan menang. Yang
menang merasa berada di atas angin, dan yang kalah merasa terbenam
diinjak-injak pengadilan dan pihak yang menang.
7. Tidak Emosional. Oleh karena
cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada kerjasama untuk mencapai kompromi,
masing-masing pihak tidak perlu saling ngotot mempertahankan fakta dan bukti
yang mereka miliki. Tidak saling membela dan mempertahankan kebenaran
masing-masing. Dengan demikian proses penyelesaian tidak ditunggangi emosi.
Sistem Arbitrase
Mengenai arbitrase, sudah lama dikenal.
Semula dikenal oleh Inggris dan Amerika pada tahun 1779 melaui Jay Treaty. Berdasar
data ini, perkembangan arbitrase sebagai salah satu sistem alternatif tempat
penyelesaian sengketa, sudah berjalan selam adua abad.Sekarang semua negara di
dunia telah memiliki Undang-undang arbitrase.
Di Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam Buku Ketiga RV.
Dengan demikian, umurnya sudah terlampau tua,
karena RV dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh karena itu, aturan yang terdapat
didalamnya sudah ketinggalan, jika dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang
lain tadi, seperti:
1. sederhana dan cepat (informal dan quick),
2. prinsip konfidensial,
3. diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara
profesional.
Namun, demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap
fundamental, sehingga dunia bisnis lebih cenderung memiliki mediation,
minitrial atau adjusdication. Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain
dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive).
Biaya yang harus dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan
biaya litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus
dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus
dikeluarkan bila perkara diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase
terdiri dari:
(a) Biaya administrasi
(b) Honor arbitrator.
c) Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator
(d) Biaya saksi dan ahli. Komponen
biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada
biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh
dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
2. Masalah sederhana dan cepat.
Memang benar salah satu prinsip pokok penyelesaian sengketa melalui
arbitrase adalah informal procedure and can be put in motion quickly. Jadi
prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah lain.
Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan arbitrase dalam jangka
waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang memakan waktu panjang.
Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi timbul perbedaan
pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati atau hukum yang
hendak diterapkan (governing law), membuat proses penyelesaian bertambah rumit
dan panjang.
Kelebihan tersebut antara lain:
1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan
administratif;
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai
pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang
disengketakan, jujur dan adil;
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya
serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan
melalui tata cara (prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat
dilaksanakan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat
digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat
langsung (negtation simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi
dan konsiliasi),
2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional
maupun internasional.
3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat
ad-hoc yang terlembaga.
Arbitrase secara umum dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa publik
maupun perdata, namun dalam perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih
untuk menyelesaikan sengketa kontraktual (perdata). Sengketa perdata dapat
digolongkan menjadi:
1. Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact)
yang dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang
tinggi.
2. Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual,
sebagaimana halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of
document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak.
3. Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum
(question of fact and law).
Negosiasi, Litigasi, dan Arbitrase
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat
digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat
langsung (negtation simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi
dan konsiliasi),
2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional
maupun internasional.
3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat
ad-hoc yang terlembaga.
Arbitrase secara umum dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa publik maupun
perdata, namun dalam perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk
menyelesaikan sengketa kontraktual (perdata). Sengketa perdata dapat
digolongkan menjadi:
- Quality arbitration, yang
menyangkut permasalahan faktual (question of fact) yang dengan sendirinya
memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang tinggi.
- Technical arbitration, yang
tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana halnya dengan masalah
yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau aplikasi
ketentuan-ketentuan kontrak.
- Mixed arbitration, sengketa
mengenai permasalahan faktual dan hukum (question of fact and law).
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan
kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal
33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara
sebagai berikut:
1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk
menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk
mencari fakta.
3. Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak
dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan
kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens)
untuk perkara di pengadilan.
-
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/penyelesaian_sengketa_ekonomi
http://hati-sitinurlola.blogspot.com/2010/06/penyelesaian-sengketa-ekonomi.html
http://nuiysavira.blogspot.com/2011/05/negosiasi-litigasi-dan-arbitrase.html
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=penyelesaian%20sengketa%20ekonomi%20wikipedia&source=web&cd=1&ved=0CE8QFjAA&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F10430000019-hukum-transaksi-bisnis-internasional%2Fhk_607_slide_penyelesaian_sengketa_di_bidang_ekonomi_dan_keuangan.pdf&ei=HF2yT52IDYTWrQfduKTuAw&usg=AFQjCNGFWrwc68mCFgQ-ft7YeS5Mnz177w&cad=rja